Bentuk Ego Sektoral Pemda Butur, KASN Tetap Konsisten pada Pendiriannya

  • Bagikan
Dr La Ode Munawir S.H., M.Kn (Dosen Pascasarjana Unsultra/Pengurus Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI Sultra) Bidang Kenotariatan. Istimewa

KENDARI, Rekomendasi KASN yang ditujukan kepada Bupati Buton Utara (Butur) melalui surat rekomendasi yang diterbitkan KASN bernomor: B-1784/JP.01/05/2022 tertanggal 17 Mei 2022 sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian untuk mengembalikan pejabat yang dinonjob, seharusnya direspon baik oleh pemda jika mempunyai itikad baik.

Pesan rekomendasi ketiga KASN atas tindakan hukum pemerintah Kabupaten Buton Utara adalah melantik beberapa pejabat di lingkup pemerintah Butur sebab disinyalir catat hukum dan berimplikasi hukum, dan jika tetap dipertahankan dapat dipandang sebagai sifat melawan hukum.

Adapun unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana adalah perbuatan itu tegas dinyatakan melanggar undang undang, kemudian perbuatan itu juga dilakukan tanpa kewenangan dan kekuasaan, serta perbuatan yang melanggar asas-asas umum dalam lapangan hukum.

Setelah KASN memberikan Rekomendasi ketiga kepada Pemerintah Butur, sampai saat ini rekomendasi pertama, kedua, dan ketiga, tidak pernah ada itikad baik untuk melaksanakan rekomendasi KASN.

Ini merupakan bentuk Ego Sektoral yang dipertahankan, padahal KASN tetap konsisten pada pendiriannya bahwa tindakan hukum pemerintah Buton Utara tidak sesuai dengan prosedural hukum yang berlaku di lingkup ASN.

Yang mengatakan bahwa pergeseran apapun untuk JPTP harus melalui mekanisme uji kompetensi, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka dan Kompetitif dilingkungan instansi pemerintah.

Hasil klarifikasi Sekretaris Daerah (Sekda) Butur pergantian pejabat di lingkup Kabupaten Buton Utara dengan dalil bahwa terkait pergeseran JPTP ke JPT lainnya itu, Sekda Buton Utara memberikan alasan.

Alasan yang pertama, kebutuhan organisasi. Dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan dibutuhkan pejabat yang loyal pada pimpinan dan mempunyai integritas yang tinggi kepada daerah. Bukan pejabat pintar tapi tidak mau diatur dan tidak memahami visi misi kepala daerah.

Alasan kedua, anggaran terbatas, waktu, dan hilangnya momentum jika setiap pergeseran harus melalui tahap uji kompetensi.

Dalam pertimbangan hukum yang dikenal selama ini tidak mengenal loyal pada pimpinan, kalau pertimbangan pemerintah daerah adalah loyal pada pimpinan, sangat berlaku nuansa politis dan tidak berdasar untuk dilakukan non job ASN di lingkup Pemda Butur.

Dasar non job ASN dipastikan ada indikasi pelanggaran, apakah loyalitas pada pimpinan itu bentuk dari pelanggaran ASN.

Sebenarnya ini merupakan persoalan dukungan pada saat pilkada 9 Desember 2020, seharusnya pemda tidak perlu terlalu mempertahankan ego sektoral untuk mengembalikan ASN yang di non job dan setelah itu dapat dilakukan pelantikan kembali sesuai dengan rekomendasi KASN.

KASN dalam sanggahannya berpesan “Kami akan klarifikasi dengan terlapor (Bupati Buton Utara), apakah benar laporan pelapor itu, molor terus, sementara pekerjaan kami Indonesia Raya,” sanggahan ini memberikan pesan bahwa tugas KASN mencakup seluruh Indonesia, bukan hanya Kabupaten Buton Utara yang menjadi urusan KASN dengan diberikannya 3 kali rekomendasi tanpa itikad baik oleh pemda.

Dalil Pemerintah Buton Utara atas tindakan hukum yang dilakukan oleh Bupati Butur, merupakan hak diskresi yang melekat kepada pejabat pemerintah.

Seharusnya paham tujuan penggunaan hak diskresi serta kapan pengunaan hak diskresi oleh bupati, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bukan justru menabrak aturan hukum yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 175 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 9 UU 30/2014, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Selanjutnya, ruang lingkup diskresi pejabat pemerintahan meliputi:

a. pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan;

b. pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur

c. pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas.

d. pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Tujuan diskresi setiap penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintahan tentu memiliki tujuan tersendiri yaitu 1). Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; 2. Mengisi kekosongan hukum; 3.)Memberi kepastian hukum; 4. )Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Inilah yang mesti dipahami oleh pemda butur dalam pengunaan hak diskresi oleh bupati Butur apakah sudah benar tentunya ini sangat jauh dari konsep Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.

Seharusnya, persoalan dukungan pada saat Pilkada 9 Desember 2020 yang berujung pada non job sejumlah pejabat lingkup pemerintahan Buton Utara sudah harus segera diakhiri oleh pemda dan tidak perlu terlalu mempertahankan ego sektoral yang berujung pada pelanggaran hukum.

Tapi semua tergantung pilihan hukum pemangku kebijakan mempertahankan kebijakan sekarang dengan akibat hukum yang begitu luas atau ingin fokus membanggun Buton Utara tanpa ada konflik hukum.

Rekomendasi ketiga harus dimaknai lebih dalam oleh Pemda Butur bahwa tindakan hukum selama ini sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Penulis,

Dr La Ode Munawir S.H., M.Kn (Dosen Pascasarjana Unsultra/Pengurus Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI Sultra) Bidang Kenotariatan.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *