Polemik RKAB Minerba Blok Mandiodo, Cidera Janji Antara KSO PT Antam dan PT Lawu

  • Bagikan
Pengamat Hukum Sulawesi Tenggara, Dr LM Bariun SH, MH. Istimewa

Kendari – Kasus pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) masih menjadi sorotan publik seiring munculnya perusahaan tambang yang terjerat masalah karena aktifitas penambangan ilegal. Persoalan tambang ini kian booming lantaran ketegasan aparat hukum menyelidiki perusahaan-perusahaan tambang bermasalah hingga atas nama hukum berani menjerat para tersangka.

Kasus tambang yang fenomenal mengundang perhatian banyak kalangan yakni kasus ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, yang menyeret PT Aneka Tambang dan PT Lawu. Disinyalir terjadi kerugian negara yang sangat besar akibat indikasi salah Kelola menajemen pertambangan pada Blok Mandiodo. Akibat persoalan ini, Ditjend Minerba ESDM juga ikut terseret diperhadapkan dengan aparat hukum. Kini,kasus tersebut masih dalam proses hukum.

Dari awal KPK dan Kejati melakukan pengusutan teknis sehingga sejak akhir tahun 2022 hingga saat ini Agustus Tahun 2023 telah terjadi beberapa tersangka terseret kasus korupsi pertambangan yang mengakibatkan pengawasan teknis pihak pemerintah Pusat-Daerah, pihak Swasta dan pelaku pertambangan pada lokasi tersebut.

Pengamat Hukum Sulawesi Tenggara, Dr LM Bariun SH MH mensinyalir ada Kelalaian tata Kelola Teknis pertambangan antara pihak Owner WIUP PT ANTAM kepada pihak KSO (Kuasa operasional/Kerjasama operasional) yaitu PT Lawu sehingga terjadi over power dan melakukan tindak melawan hukum dalam melanggar aturan pemasaran dan luas bukaan lokasi pertambangan yang merugikan owner WIUP PT ANTAM.

LM Bariun mengurai titik ersoalan yang terjadi di Blok Mandiodo yakni adanya isu kesepakatan ilegal secara bersama-sama antara pihak owner dan KSO WIUP PT ANTAM dalam melakukan pembiaran lokasi penambangan salah urus, sehingga terjadi keterlibatan dalam mendapatkan keuntungan bersama dengan melibatkan pemilik document Terbang RKAB luar WIUP ANTAM yang memanfaatkan subkontraktor dibawah KSO PT Lawu dalam keuntungan pribadi yang tidak masuk pada kas negara (WIUP PT ANTAM).

“Locus Delicti di pertambangan nikel Blok Mandiodo Sulawesi Tenggara ada indikasi ilegal mining penambangan tidak sesuai penyimpangan ijin dan sudah berjalan cukup lama tanpa pengawasan yang efektif,” tukasnya.

LM Bariun membeberkan ada tiga pendekatan untuk menelaah persoalan ini. Pertama diskresi kebijakan dengan memahami asal muasal turunnya kebijakan langsung dari presiden yang diformulasikan melalui regulasi kebijakan. Kedua, adalah pendekatan perdata dengan melihat kedudukan KSO antara PT Aneka Tambang dengan PT Lawu yang ternyata ikut menggandeng perusahaan daerah.

Pihak yang bersepakat melalui KSO, harusnya menaati aturan dengan melakukan penambangan resmi dilokasi luasan yang ada, tanpa melakukan pelanggaran yang menciderai janji kedua pihak. Kasus yang terjadi di Blok Mandiodo disebutkan LM Bariun ternyata tidak memasukkan ore nikel ke PT Antam sehingga mengalami kerugian. Yang ketiga beber Bariun yakni pendekatan pidana, dengan melihat sisi kasus pidananya, subkontraktor menggarap lahan di luar batas ketentuan.

“Bahkan sub kontraktor yang terlibat menambang justru menggarap lahan tambang di area kawasan lindung diluar area hektar. Kalau seperti ini jelas pelanggaran,” kata Bariun.

Lingkar jahat persoalan tambang di Blok Mandiodo, justru menimbulkan tanda tanya besar. Dimana keterlibatan ditjen minerba? LM Bariun justru mempertanyakan keteribatan Ditjen Minerba ESDM dalam persoalan ini. Padahal posisinya hanya sebagai pihak yang mengeluarkan RKAB yang tidak terjun langsung mengutak atik KSO PT Antam dan PT Lawu.

“Ini pertanyaan besarnya, dimana keterlibatan Ditjen Minerba? Bisa dipidana kecuali misalnya Ditjen Minerba terjebak pada kasus suap demi mempercepat dikeluarkan RKAB tersebut, tapi faktanya tidak!,” ungkap LM Bariun.

Menyoal persoalan penyidikan kasus tersebut, aparat hukum ternyata mengacu pada Kepmen ESDM No. 1806/k/30/ tahun 2018. Padahal telah diganti dengan Permen SDM No.7 tahun 2020 dalam aturan peralihannya tidak dinyatakan secara tegas kepmen tersebut masih berlaku.

Sesuai asas retro aktif peraturan tidak berlaku surat dan asas superlory bahwa peraturan yang lebih tinggi (Permen) mengalahkan / menyampingkan peraturan yang lebih rendah (kepmen) maka surat perintah penyidikan No. Print 13/p.3/f.d.I/08/2023. Bertentangan dengan peraturan yang berlaku atau tidak syah secara hukum oleh karena batal demi hukum.

“Dugaan kerugian negara yang ditaksir Rp5,7 triliun adalah akibat adanya tumpang tindih kegiatan aneka tambang yang sudah berlangsung cukup lama dan TIDAK ada terkaitannya dengan RKAB Tahun 2022 dengan lokasi 1.5 juta Metrik ton. RKAB bukan perizinan yang final, karena harus di lengkapi ijin lain untuk dapat menambang dan menjual.

“Timbul pertanyaan manakala proses penerbitan RKAB tahun 2022 dianggap salah, apakah penerimaan Negara APBN dari PNBP sebesar kl180 triliyun itu dianggap tidak sah dan bagaimana dengan ribuan RKAB yang diproses dengan cara yang sama DISKERESI,” ujarnya.

Diskresi yang dilakukan oleh Dirjen Minerba ESDM dalam kondisi darurat mendesak sebagaimana diatur dalam UU No, 30 Thn 2014 tentang Administrasi pemerintah serta dalam implementasi arahan / kebijakan presiden Jokowi untuk menyederhanakan proses perizinan seharusnya kebijakan ini menjadi perhatian dan rujukan semua aparatur negara termasuk aparat penegak Hukum.

Tim Redaksi

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *